Senin, 18 Januari 2010

SKLEROTERAPI PADA VARISES EKSTREMITAS INFERIOR

PENDAHULUAN

Bentuk varises yang berkelok-kelok, memanjang atau melebar pada ekstrimitas inferior adalah akibat rusaknya katup pada system pembuluh darah superfisial. Umumnya varises ini menjangkiti 30-40% populasi orang dewasa di Inggris antara usia 30-70 tahun, meskipun demikian, hanya beberapa orang saja yang berobat. Penyakit ini menimbulkan rasa sakit yang bermacam-macam dan tidak semua perawatan dapat diterapkan pada varises, terlebih untuk teknik baru seperti skleroterapi. Rata-rata pasien bermasalah dengan kecantikan (kosmetik) mereka, sementara yang lainnya bermasalah dengan gejala-gejala seperti, kaki yang sakit, pruritus, dan eksema.
Skleroterapi adalah prosedur yang digunakan untuk merawat pembuluh darah atau malformasi pembuluh darah (malformasi vaskuler) dan juga system limpa. Obat diinjeksikan ke dalam pembuluh darah, yang membuat pembuluh darah tersebut menyusut. Digunakan pada anak-anak dan dewasa dengan malformasi vaskuler atau limpatik. Pada orang dewasa, skleroterapi digunakan untuk merawat varises dan hemorrhoids.
Skleroterapi adalah “gold standard” dan lebih dipilih daripada laser, untuk menghilangkan varises kecil pada kaki. Berbagai sklerosan cair diinjeksikan ke dalam permukaan pembuluh darah yang tidak normal di kaki. Kaki pasien kemudian diberikan kompresi melalui pemakaian kaos kaki atau verban yang biasa dikenakan oleh pasien selam 2 minggu setelah perawatan. Pasien juga disarankan untuk berjalan-jalan secara teratur selama perawatan itu.


TINJAUAN PUSTAKA
Varises
Varises adalah pemanjangan, pelebaran dan berkelok-keloknya system vena yang disertai gangguan sirkulasi darah di dalamnya. Vena-vena tersebut mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatan tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti.

Anatomi
Secara anatomi, pada ekstremitas inferior terdapat tiga macam system vena yang sekaligus juga mempunyai arti klinik, yaitu pertama system vena superficial, kedua system vena profunda dan yang ketiga adalah system vena komunikas atau system vena penghubung.Sistem vena komunikans merupakan penghubung antara system vena superfisial dan system vena profunda. Seluruh system vena ini dilengkapi oleh katup yang menghadap ke arah jantung. System vena profunda terletak dalam bungkusan otot. System ini diperas kosong ke arah proksimal pada setiap kontraksi otot ekstremitas inferior. System vena superfisial ekstremitas inferior ini terdiri dari system vena saphena magna dan vena saphena parva. Darah dari system vena superfisial ini mengalir ke system vena profunda melalui berbagai vena komunikans atau vena penghubung yang menembus selubung otot dan mempunyai katup yang menjamin darah mengalir dari vena superfisial ke vena profunda.
Vena superfisialis yang terdapat pada facia superfisialis ekstremitas inferior adalah vena saphena magna dan vena saphena parva dan cabang-cabangnya.
Vena Saphena magna berawal dari sisi medial kaki yang merupakan bagian dari lengkung vena dan mendapatkan percabangan dari vena profunda pada kaki yang kemudian berjalan ke atas sepanjang sisi anterior malleolus medialis. Dari pergelangan kaki, VSM berjalan pada sisi anteromedial betis sampai lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih medial. Dari betis bagian atas sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia tipis dimana fasia ini berfungsi mencegah agar vena ini tidak berdilatasi secara berlebihan. Normalnya VSM memiliki ukuran normal 3-4 mm pada pertengahan paha.
Sepanjang perjalanannya sejumlah vena komunikans menghubungkan antara VSM dengan system vena profunda pada region femoral, tibia posterior, gastrocnemius.
Pada hiatus saphenus di facia profunda, v.saphena magna biasanya mendapat tiga cabang berbagai ukuran dan susunan yaitu 1. Vena circumflexa iliaka superficialis 2. Vena epigastrica superfisialis 3. Vena profunda interna superficialis. Apabila vena-vena ini mengalami refluks akan bermanifestasi pada paha bagian bawah dan betis bagian atas. Akhir dari perjalanan VSM berakhir di vena femoralis, percabangan ini disebut dengan Safenofemoral junction. Pada pertemuan antara VSM dan vena femoralis terdapat katup terakhir dari VSM.
Vena saphena parva timbul dari bagian lateral arcus venosus dorsalis pedis. Vena saphena parva naik di belakang malleolus lateralis bersama dengan musculus suralis. Ia mengikuti tepi lateral tendo calcaneus dan kemudian naik ke pertengahan tungkai bawah bagian belakang. Vena ini menembus fasia profunda dan berjalan di antara kedua caput musculus gastrocnemius pada bagian bawah fosa poplitea, ia berakhir dalam vena poplitea. Vena saphena parva memiliki banyak katup sepanjang pembuluhnya. Cara berakhirnya vena saphena parva ternyata bervariasi yaitu 1. Dapat menyatu dengan vena poplitea. 2. dapat menyatu dengan vena saphena magna. 3. Pecah menjadi dua, satu divisi menyatu dengan vena poplitea dan lainnya dengan vena saphena magna.

Gambaran Klinik
Secara klinis varises ekstremitas inferior dikelompokkan atas varises trunkal, varises reticular dan varises kapilar. Varises trunkal merupakan varises vena saphena magna dan vena saphena parva. Varises retikular menyerang cabang vena sphena magna dan parva yang umumnya kecil dan berkelok hebat. Varises kapilar merupakan merupakan varises kapilar subkutan yang tampak sebagai kelompok serabut halus dari pembuluh darah.
Pasien dengan varises vena mungkin menunjukkan komplikasi varises akut berupa perdarahan varises, dermatitis, tromboplebitis, selulitis, dan ulkus. Pasien mungkin juga datang ke dokter untuk berkonsultasi karena terjadi perburukan dari gejala kronis. Beberapa pasien datang untuk mendapatkan informasi tentang implikasi medis dari varises vena, yang lainnya murni datang karena adanya keluhan kosmetik. Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu. Beratnya gejala tidak berkorelasi dengan ukuran pelebaran vena yang terlihat atau dengan jumlah volume refluks yang terjadi. Gejala yang muncul umunya berupa kaki terasa berat, nyeri sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, kram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama. Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena biasanya membaik bila beraktifitas seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat. Nyeri dan gejala lainnya mungkin memberat pada kehamilan.

Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)
b. Skleroterapi
2. Terapi Minimal Invasif
a. Radiofrekuensi Ablasi (RF).
b. Endovenous Laser Therapy (EVLT)
3. Terapi Pembedahan
a. Ambualtory Phlebectomy (Stab Avulsion)
b. Saphenectomy

Skleroterapi
Definisi
Skleroterapi berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengerasan yang merupakan metode pembesaran pembuluh darah dengan menginjeksikan larutan kimia yang disebut larutan sclerosing ke dalam pembuluh darah. Larutan tersebut menyebabkan pembuluh darah mengalami inflamasi, yang akan memicu pembentukan jaringan fibrous dan menutup lumen atau saluran utama pembuluh darah.

Sejarah Scleroterapi
Skleroterapi telah digunakan untuk merawat varises lebih dari 150 tahun. Seperti teknik operasi varises, teknik skleroterapi telah dikembangkan. Teknik modern termasuk dengan bantuan ultrsonografi dan foam skleroterapi, merupakan perkembangan yang terbaru dalam evolusi ini.
Goldman mengatakan bahwa percobaan skleroterapi yang pertama dilakukan oleh D. Zollikofer di Swiss pada tahun 1682 yang menginjeksikan suatu larutan ke dalam pembuluh darah untuk merangsang pembentukan thrombus. Debout dan Cassaignaic dilaporkan sukses merawat varises dengan menginjeksikan perchlorate of iron pada tahun 1853. Desgranges pada tahun 1854 menyembuhkan 16 kasus varises dengan menginjeksikan iodine dan tannin ke dalam pembuluh darah. Kira-kira 12 tahun setelah adanya vena saphenous stripping pada tahun 1844 oleh Madelung. Tetapi, dengan tingkat rata-rata efek samping yang tinggi pada obat yang digunakan waktu itu, skleroterapi ditinggalkan pada tahun 1894. dengan kemajuan pada teknik pembedahan dan anastetik, pembedahan menjadi perawatan pilihan.
Percobaan dilanjutkan dengan sklerosan alternative pada awal abad 20. ketika itu, carbolic acid dan perchlorate mercury di coba dan menunjukkan beberapa efek dalam menghilangkan varises, efek samping juga yang menyebabkan metode tersebut ditinggalkan. Prof. Sicard dan beberapa dokter dari Perancis mengembangkan penggunaan sodium carbonate dan kemudian sodium salicylate selama dan setelah perang dunia I. Kina juga digunakan dengan beberapa efek, selama awal abad 20. Ketika buku Coppleson terbit pada tahun 1929, ia menyarankan penggunaan sodium salicylate atau kina sebagai sklerosan.
Usaha-usaha pengembangan pada teknik dan sklerosan yang lebih aman dan lebih efektif terus berlanjut hingga tahun 1940-an dan 1950-an. Penemuan penting yang layak untuk dicatat adalah pengembangan sodium tetradecyl sulfate (STS) pada tahun 1964, sebuah produk yang masih digunakan hingga saat ini. George Fegan pada tahun 1960-an dilaporkan merawat lebih dari 13.000 pasien dengan skleroterapi, dengan teknik yang memfokuskan fibrosis pada pembuluh darah bukan thrombosis, berkonsentrasi pada pengontrolan aliran darah, dan memperhatikan pentingnya tekanan pada kaki yang dirawat. Prosedur tersebut diterima dikalangan medis terutama di daratan Eropa pada waktu itu. Tetapi tidak begitu diterima di Inggris atau AS, situasi yang terus berkembang hingga saat ini diantara kalangan medis.
Perkembangan besar berikutnya adalah penemuan duplex ultrasonography pada tahun 1980-an dan penggunaannya pada praktek skleroterapi selama decade tersebut. Knight, adalah pendukung awal prosedur baru ini dan menyajikannya pada beberapa konferensi di Eropa dan AS. Artikel Thibault adalah yang pertama membahas topic ini dan dipublikasikan di jurnal angkatan.
Usaha Cabrora dan Monfreaux dalam pengguaan foam skleroterapi muncul bersamaan dengan metode “3 kali tepuk” Sebuah perkembangan lebih lanjut dari perawatan varises dengan skleroterapi.

Epidemiologi
The American College of Phlebology (ACP), kelompok ahli dermatologi, dokter bedah plastik, ahli gynecology, dan dokter bedah umum yang dibekali dengan pelatihan khusus untuk menangani kelainan pembuluh darah, menyatakan bahwa lebih dari 80 juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita spider vein atau varises. The American Society of Plastic Surgeon (ASPS) memperkirakan bahwa 50% wanita diatas 21 tahun di AS menderita spider vein.
Nampaknya, wanita lebih rentan terhadap varise atau spider vein daripada pria, tetapi insiden diantara wanita dan pria meningkat berdasarkan usia. Hasil survei yang terbaru menunjukkan, orang dengan usia menengah dan tua di San Diego, California, 80% wanita dan 50% pria menderita spider vein. Kaum pria, tampaknya tidak mencari perawatan untuk spider vein karena alasan kosmetik, karena kerusakan warna kulit yang disebabkan oleh spider vein sering kali tertutupi oleh bulu kaki. Di sisi lain, orang yang terganggu dengan rasa sakit, rasa panas terbakar atau kram kaki, dapat menjalani perawatan skleroterapi.
Menurut ASPS, tercatat sebanyak 616.879 prosedur skleroterapi yang telah diterapkan di AS pada tahun 2001, 97% diterapkan pada wanita dan 3% pada pria. Sebagian besar pasien yang dirawat dengan skleroterapi berusia antara 30-60 tahun.

Patofisiologi
Patogenesis perusakan vena dengan menggunakan bahan-bahan sklerosan yaitu menyebabkan koagulasi yang terlokalisir. Mekanisme ini akan berlanjut dalam beberapa tahap. Efeknya pada mekanisme koagulasi, endothel dan dinding pembuluh darah.
Menurut L. Rusciani dan P. Robins ada 4 fase pada skleroterapi :
Fase pertama terjadi hanya dalam beberapa menit. Selama fase ini, bahan-bahan yang diinjeksikan mengarah pada suatu koagulasi darah intravaskuler dengan kombinasi adanya spasme dan kerusakan selektif endotelium.
Fase kedua terjadi selama kurang lebih 24 jam. Ditandai dengan lisis atau pecahnya fibrin yang rusak. Lisis ini diaktivasi plasminogen yang dilepas oleh subendotelial. Hasilnya adalah trombus dengan sklerosing fibrin yang minimal. Hal ini tidak hanya pada intimanya saja tetapi juga media ikut dirusak setelah kerusakan endotel dengan bahan sklerosan.
Fase ketiga terjadi sekitar 5-7 hari. Terjadi stasis darah yang lengkap diantara area yang terpengaruh oleh bahan sklerosing. Dilanjutkan dengan perkembangan trombus koagulasi. Protein plasma menembus ke dalam dinding pembuluh darah yang rusak dimana bagian-bagian pembuluh darah tersebut telah dirusak secara langsung oleh bahan-bahan sklerosan. Sebagai hasilnya pembentukan fibrin berkembang didalam dinding pembuluh darah dan perivena. Hal ini sendiri mengarah ke infiltrasi seluler, yang terutama terlibat adalah neutrofil dan juga granulosit, limfosit, dan magrofag. Fibroblast mengembangkan aktivitasnya sehingga menimbulkan suatu fibrin seluler yang mengandung thrombus.
Fase keempat dapat terjadi selama berbulan-bulan. Akan terjadi perubahan jaringan lengkap disertai dengan hilangnya struktur anatomis vena.

Indikasi
Skleroterapi adalah tindakan non-bedah, penekanan pada daerah tertentu merupakan dasar dari penanganan ini. Skleroterapi dapat digunakan pada vena-vena kolateral, varises retikuler, dan varises intrakutaneus. Sklerosing pada vena saphena dan vena komunikans hanya dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu.
Indikasi utama untuk skleroterapi adalah meningkatkan penampilan kosmetik dan menghilangkan rasa sakit yang berlebih, rasa terbakar, kelemahan otot, dan kram kaki yang sering menyertai varises di ekstremitas inferior. Tetapi tidak digunakan untuk merawat varises berat.

Bahan-Bahan Sclerosing
Kategori Sklerosan
Larutan sklerosan seringkali diklasifikasikan menjadi tiga kategori secara luas: hypetonic atau hyperosmotic agents, detergent sclerosants dan chemical irritans, terkadang disebut pula dengan “corrosives “ atau “toxin”. Ketiga agent ini bekerja di endothelial dan protein pada permukaan sel subendothelial yang sangat penting demi kemampuan survival sel. Namun tiap-tiap jenis agen tersebut melakukan mekanismenya dengan perbedaan yang sangat tipis sekali dengan yang lainnya.

Larutan Sclerosing Yang Sering Digunakan
Larutan saline hypertonik, saline hypertonik dengan dextrosa, polidocanol, sodium tetradcyl sulfat, iodine, dan glycerine .

a. Hypertonik saline
Kelas Hypertonic dan Hyperionik
Sclerosant lemah dengan beberapa kerugian, mengakibatkan sakit yang sangat pada pasien.

Keuntungan
Memiliki sedikit tingkat alergisitas jika tidak di campur.
Tersedia secara luas
Respon perawatan yang cepat

Kerugian
Karena efek dilusi, pada agen ini sangat sulit menentukan jumlah yang cukup untuk mengatasi sclerosis pembuluh darah besar tanpa meningkatkan toleransi kebutuhan salt. Hal ini dapat mengakibatkan rasa sakit seperti terbakar dan kram otot pada 5 menit setelah injeksi. Jika terextravasasi secara bervariasi akan mengakibatkan nekrosis atau ulceration yang besar. Hal tersebut terjadi karena hemolisis dari sel darah merah dan perusakan cepat endothelial vascular secara terus-menerus. Hal ini tidak disarankan pada facial vein karena resiko terjadinya nekrosis jaringan dan extravasasi.

Indikasi utama
Retikular veins dan telangiectasias pada ektremitas inferior.

Kegunaan tambahan
Tidak direkomendasikan pada tempat lain

Konsetrasi dan Dosis pada Varicose Veins
Tidak digunakan dalam Varicose Veins
Konsetrasi dan Dosis pada telangiectasias dan Retikular Veins
20% atau 23,4% larutan digunakan pada jumlah berkisar antara 2-8 cc per session. Tiap tempat injeksi retikular menerima tidak lebih dari 0.5 cc, dan pada tiap tempat injeksi telangiactatic harus menerima tidak lebih dari 0.2cc.

b. Dextrosa dan Hypertonik Saline
Diproduksi di Kanada dengan nama merk “sclerodex”, larutan komersial ini merupakan campuran dari 25% dextrose dan 10% sodium klorida, dengan sejumlah kecil phenetyl alkohol yang ditambahkan untuk penstabil. Agen hypertonik mempunyai efek seperti pada hypertonik saline, namun penurunan kandungan salt didalamnya memberikan beberapa keuntungan. Tidak seperti Hypertonik salin murni, lebih ringan menyebabkan rasa sakit ketika diinjeksi. hypertonisitas lebih banyak muncul dari dextrose dan lebih sedikit berasal dari saline. Bahan tersebut akan melekat dan tetap ada pada tempat injeksi dan mengakibatkan terjadinya gradien osmotik.

Kelas Hypertonik dan hyperionik
Sclerosant lemah dengan beberapa keuntungan, tidak menyakitkan dibandingkan daripada hypertonik saline.

Keuntungan
Rendahnya peluang terjadinya alergi dan nekrosis
Hanya sedikit rasa sakit yang dialami ketika injeksi
Dilaporkan efektif pada tiny red telangiectasias dan telangiectatic matting.

Kerugian
Rasa sakit yang kecil dan melekat ketika diinjeksi, walaupun lebih rendah dibandingkan pada hypertonik saline, kemungkinan bisa terjadi hyperpigmentasi.

Indikasi utama
Telangiectasias pada ekstremitas inferior atau wajah.

Kegunaan tambahan
Reticular vein dan telangiectasias pada bagian lain selain wajah.

Konsentrasi dan dosis pada Varicose Veins
Tidak digunakan pada vena yang besar, mungkin untuk dicampur dengan korosif agent seperti iodinated iodine pada situasi tertentu.
Konsentrasi dan dosis pada telangiectasias dan reticular veins
Injeksi dengan kekuatan penuh. Hingga pada 1 cc per tempat injeksi pada retikular veins, dan hingga 0.2 cc per tempat injeksi pada telangiectasia, hingga menjadi total 10 cc per sesi tindakan.

c. Polidocanol
Polidocanol (POL; hydroxy-polyethxy-dodecane) adalah rantai panjang sintetis lemak alkohol, dijual dengan banyak nama merk dagang. Polidocanol dilaporkan sebagai agen yang paling sering digunakan untuk sclerotherapy di seluruh dunia dan merupakan peringkat kedua yang paling sering digunakan di US. Polidocanol pertama kali dikenalkan di Jerman pada 1936 sebagai topical dan lokal agen anesthetik, dan belum terdaftar sebagai agen sclerosing hingga pada tahun 1967.

Kelas Detergent
Sclerosan baru yang tersedia secara komersil, aman untuk semua tujuan.

Keuntungan
Dapat digunakan pada semua ukuran dan tipe varicose veins, reticular atau telangiectatic veins.
Injeksi intravaskular tidak menyakitkan,
Extravasation biasanya tidak menyebabkan nekrosis
Reaksi alergi sangat jarang ditemukan
Cairannya liquid tidak lengket
Mudah dibusakan untuk mengurangi volume cairan injeksi
Dengan teknik yang baik terjadinya hyperpigmentation mungkin dapat dikurangi daripada agent lain

Indikasi utama
Varicose Vein besar dan kecil, retikular veins, telangiectasias

Kegunaan tambahan
Telangiectasias pada wajah dan trunk
Konsentrasi dan dosis pada varicose veins
Konsentrasi tinggi mungkin dibutuhkan. Di Jerman konsentrasi tertinggi yang digunakan adalah 4%, namun preparasi ini terdiri dari sejumlah ethyl alkohol, konsentrasi tertinggi yang digunakan di Perancis adalah 3%.
Pabrikan POL Jerman merekomendasikan 3% POL untuk varicose vein dengan diameter 4-8 mm, 2% POL untuk diameter Vein 2-4 mm dan 1% POL untuk retikulas vein dan small varicose vein dengan diameter 1-2 mm.
Di Perancis, polidocanol digunakan pada konsentrasi tinggi untuk tindakan langsung pada saphenofemoral junction. Ketika digunakan untuk truncal varises dibawah saphenofemoral junction, konsentrasi 1% hingga 3% digunakan tergantung pada ukuran dari vein. Ketika digunakan pada non-truncal varises, konsentrasi 0.5% hingga 1% biasanya dianggap cukup.
Volume 0.5 cc hingga 1.00 secara normal digunakan pada tiap tempat injeksi, dan jumlah total per session tidak boleh melebihi 120 mg (3cc dari 4% larutan atau 12 cc dari 1% larutan).
Konsentrasi dan dosis pada telangiectasias dan retikular veins
Retikular veins diperlakukan dengan 0.5% atau 1.0% larutan hingga 1 cc tiap tempat injeksi. Telangiectasias digunakan 0.25% hingga 0.75% larutan dan 0.1 cc atau 0.22 tiap tempat injeksi.

d. Sodium Tetradecyl Sulfates
Sodium Tetradecyl Sulfate (STS) (Sotradecol, Fibrovein, thromboject), merupakan rantai panjang asam lemak salt kandungan detergent yang kuat. Merupakan agent sclerosing yang sangat effective dengan hasil yang sangat baik.

Kelas Detergent
Sangat aman, untuk semua tujuan, sclerosant cukup kuat.

Keuntungan
Secara kasar dapat diartikan dua kali lebih baik dibandingkan polidocanol pada konsentrasi yang sama.
Dapat digunakan dalam semua ukuran dan tipe dari varicose, reticular, atau telangiectatic veins
Injeksi intravaskular tidak menyakitkan
Reaksi alergi mungkin dapat muncul namun sangat jarang (dapat diminimalisir dengan latex-free syringes)
Cairannya mudah berubah bentuk, agak lengket.

Kerugian
Extrasvasation dapat menyebabkan nekrosis
Hyperpigmentasi dan telangiectatic matting jarang terjadi
Mampu melarutkan rubber syringe plunger pada konsentrasi yang tinggi.

Indikasi utama
Varicose besar dan kecil, retikular veins, telangiectasias.

Kegunaan Tambahan
Telangiaectasias pada wajah dan trunk.
Konsentrasi dan dosis pada Varicose Vein
Konsentrasi maksimum digunakan untuk tindakan pada saphenofemoral junction. Jika digunakan pada truncal atau non-truncal varices dibawah saphenofemoral junction, digunakan konsentrasi 1.5%-3% untuk diameter vena lebih besar dari 4 mm dan konsentrasi 0.5%-1.0% digunakan pada vena dengan diameter 2-4 mm.
Volume 0.5-1.0 cc secara normal digunakan pada tiap tempat injeksi dan total jumlah per sesi tiap minggu tidak boleh melebihi 300 mg (10 cc dari 3% larutan). Inggris menyarankan penggunaan dosis maksimal lebih rendah yaitu 120 mg tiap sesi.
Konsentrasi dan dosis pada telengiectasias dan retikular veins
Retikular vien digunakan 0.2%-1.0% dan sampai 1 cc pada tiap tempat injeksi. Telangiectasias diberikan 0.1 cc atau 0.2 cc tiap tempat injeksi. Sesuai dengan yang dianjurkan untuk konsentrasi awal pada telangiectasias adalah 0.1%

e. Polyiodinated Iodine
Polyiodinated Iodine (Variglobin) merupakan larutan senyawa (diatomik) iodine yang distabilkan dengan air, sodium iodine, dan benzyl alkohol yang terdapat dalam konsentrasi dari 2% hingga 12%. Komposisi aktif dari senyawa iodine, yang secara cepat bereaksi pada dinding pembuluh darah (tempat injeksi). Merupakan agent yang sangat kuat yang mampu mengakibatkan kerusakan pembuluh darah secara dramatic dan sangat cepat. Efeknya bersifat lokal karena terdilusi dengan darah, senyawa iodine tersebut secara cepat terreduksi menjadi iodide, yang tidak reaktif, larutan ini merupakan salah satu larutan yang paling aman

Kelas Agent yang Secara kimia reaktif (korosif).
Larutan sclerosing yang paling kuat yang pernah ada di dunia. Sering sekali digunakan secara luas untuk sclerosis pada incompetent saphenofemoral junction.

Keuntungan
Reaksi tinggi yang terlokalisasi
Sangat efektif jika digunakan dengan benar
Beresiko terjadinya reaksi alergi

Kerugian
Reaksi tinggi yang terlokalisasi
Thrombogenik tinggi yang terlokalisasi
Cairannya berwarna coklat, sehingga darah yang masuk kedalam syringe tidak dengan mudah terlihat.
Mengakibatkan koagulasi darah secara cepat pada syringe
Sangat menyakitkan jika terextravasasi
Nekrosis extravasation
Sensasi ‘flulike’ dan terkadang dengan adanya demam setelah dosis tinggi diaplikasikan.
Beberapa pasien melaporkan metallic taste.

Indikasi utama
Saphenofemoral dan saphenopopliteal junctinon, setelah gagal dari larutan sclerosing lainnya.

Kegunaan lainnya
Ditangan praktisi yang berpengalaman agent ini merupakan agent yang digunakan sebagai sclerosing agent untuk semua tujuan dan untuk segala ukuran.
Konsentrasi dan dosis pada varicose vein
Pada dosis awal 1cc dari 3% larutan mungkin dapat digunakan bila digunakan pada saphenofemoral atau saphenopopliteal junction. Truncal varicosities dapat digunakan dengan 2 cc dari 1% larutan tiap titik injeksi. Penambahan dapat diberikan dengan 1cc dari 0.5% larutan tiap titik injeksi. Dosis maksimum tiap sesi adalah 5 cc dari 12%.
Konsentrasi dan dosis pada telangiectasias dan retikular veins
Tidak digunakan untuk vena kecil

f. Chromated Glyceryn
Glycerin adalah ti-alkohol (1,2,3-propanetriol) yang bekerja dengan ikatan hidrogen yang kuat. Gliserin secara komersil telah tersedia dalam kombinasinya dengan pottassium chromate, namun tidak ditunjukan dengan penambahan salt untuk meningkatkan keefektifannya. Chromated Gliserin (CG) (Scleremo, Chromex) merupakan larutan lemah yang prinsipnya digunakan pada pembuluh darah terkecil, seperti residual telangiectasia setelah diterapi awal pada sclerotherapy. Secara komersial terdapat gliserin campuran 720 mg/ml dan chrome potassium alum (a chrome salt) 8 mg/ml dalam basa encer.

Kelas Belum pasti (biasanya dikategorikan dalam secara kimia reaktif)
Sangat lemah, sclerosant yang sangat aman, dikenal dengan sebutan ‘the beginner’s sclerosant.

Keuntungan
Extravasation tidak mengakibatkan nekrosis
Jarang sekali ditemukan hyperpigmentasi
Jarang sekali ditemukan alergi

Kerugian
Terkadang terlalu lemah
Sangat lengket dan sulit untuk diinjeksikan dengan kekuatan penuh
Sangat menyakitkan jika terjadi extravasasi
Injekasi dengan jumlah yang besar pada retikular vein dapat menyebabkan kram
Dapat menyebabkan hematuria pada dosisi tinggi

Indikasi utama
Telangiectasias

Kegunaan tambahan
Sering kali digunakan pada retikular kecil dan varicose vein kecil
Konsentrasi dan dosis pada varicose vein Tidak digunakan
Konsentrasi dan dosis pada telangectasias dan retikular vein
0.1-0.2 cc tiap tempat injeksi pada kekuatan penuh atau terdilusi pada 50% atau 25% untuk menurunkan viskositas. Volume maksimum tiap sesi adalah 10 cc pada larutan dengan kekuatan penuh.

g. Sodium Salisilat (Larutan yang secara utama menjadi perhatian sejarah)
Diperkenalkan pada 1919, sodium salisilat merupakan yang pertama kali dinyatakan aman dan efisien terhadap semua fungsi sklerosant.

Kelas Agent caustic (korosif)
Kuno, untuk semua tujuan, aman, dan lemah dan merupakan sclerosant yang sangat menyakitkan

Keuntungan
Efeknya mampu diprediksi

Kerugian
Sangat menyakitkan, walau diinjeksikan secara intra vaskuler dapat menyebabkan tinnitus

Indikasi utama
Varicose kecil dan retikular veins

Kegunaan tambahan
Tidak ada
Konsentrasi dan dosis pada varicose veins
0.5 cc-2 cc tiap tempat aplikasi dari 12%-60% larutan. Dosis maksimum adalah 5-6 cc dari 60% larutan
Konsentrasi dan dosis pada telangirctasias dan retikular veins
0.5 cc-1.0 cc dari 12 % tiap tempat pada retikular veins, dan 0.1 cc-0.2 cc dari 7%-10 % larutan tiap tempat injeksi pada telangiectasias.


Larutan Baru dan Experimental

a. Gliserin dan Polidocanol
Gliserin dan polidocanol (AV-15) telah dikombinasikan sebagai agent sclerosant baru yang sekarang masih dikembangkan di Perancis.
Kelas Baru, sclerosant lemah.

Keuntungan
Sangat sering digunakan tanpa dilakukan pengenceran
Sangat sedikit terjadinya alergi

Kerugian
Hematuria dan renal toksisitas pada jumlah yang tinggi (gliserin)

Indikasi Utama
Telangiectasias

Kegunaan tambahan
Retikular veins kecil dan telagiectasias pada wajah dan trunk.
Konsentrasi dan dosis pada varicose veins
Tidak digunakan
Konsentrasi dan dosis pada telangiectasias dan retikular veins
0.1 cc-0.2 cc dari kekuatan penuh larutan per tempat injeksi. Dosis maksimum belum diketahui

b. Busa polidocanol
Busa polidocanol diketahui sebagai agen sclerosing baru yang saat ini masih dalam pengembangan. Polidocanol dibusakan dengan menggunakan inert gas hingga membentuk konsistensi busa seperti pada busa krim cukur.
Kelas Detergent. Baru, merupakan sclerosant lemah.

Keuntungan
Sama seperti polidocanol namun terdapat penggunaan dalam konsentrasi rendah sehingga sangat sedikit kemungkinan terjadinya pigmentasi dan matting.

Kerugian
Sama seperti polidocanol

Indikasi Utama
Telangiectasias dan reticular veins

Kegunaan lain
Retikular veins kecil, dan telangiectasias pada wajah dan trunk
Konsentrasi dan dosis pada varicose veins
Belum diketahui
Konsentrasi dan dosis pada telangiectasias dan retikular veins
Belum diketahui

Larutan Yang Tidak Direkomendasikan

Terdapat dua larutan yang diakui FDA dan terdapat di US yang tidak boleh direkomendasikan untuk digunakn pada extremitas inferior yang mengalami venous insufficiency begitu pula untuk kosmetik dimanapun letak aplikasinya. Agen ini adalah sodium morrhuate dan etanol amine oleate kegunaan utamanya adalah untuk pendarahan saat sclerosing pada varises esophagus, situasi klinik dengan resikonya yang tinggi dapat mengakibatkan kematian secara cepat jika agent ini diaplikasikan dan beresiko tinggi terjadinya nekrosis jaringan dan reaksi anaphilactic.

a. Sodium Morrhuate
Sodium morrhuate (scleromate, palisade pharmacetutical) adalah campuran dari salt yang tersaturasi dan asam lemak tak jenuh pada minyak hati ikan cod. 20.8% komposisi asam lemaknya tidak diketahui. Penggunaanyan dibatasi setelah adanya laporan mengenai adanya fatalitas sekunder dari anaphylaxis. Agent ini digunakan untuk sclerosis dari varises esofagus namun komplikasinya dilaporkan muncul pada 48% pasien.
Walaupun FDA memperbolehkan soddium morrhuate untuk dilabeli dan dijual untuk penanganan sclerosis pada varicose veins, tetapi penggunaanya jarang sekali disarankan. Satu laporan dalam literatur menyebutkan pada aplikasinya terhadap telangiectasias tidak menyarankan penggunaannya secara rutin pada phlebology.

b. Ethanolamine Oleate
Etanolamine oleate (etamolin, blockdrug co.) adalah agent sintetis yang terdiri dari basa organik yang dikombinasikan dengan asam oleik dan mensuplai sekitar 5% larutan. Hanya dengan seijin FDA untuk menggunakannya dalam penanganan varises esofagus. Seperti sodium tetradesil sulfat dan sodium morrhuate agent ini juga kakek dari FDA dan faktanya ini diakui untuk dijual secara komersil dan tidak ada implikasi dari FDA untuk melakukan pemeriksaaan keamanannya dan kemanjurannya. Etanolamine oleat merupakan larutan minyak yang lengket dan cukup tebal dan sulit untuk disuntikan. Larutan ini secara luas digunakan di UK untuk mengendalikan pendarahan varises esofageal akut, dan dilaporkan memiliki komplikasi utama yang hampir sama seperti sodium morrhuate, namun lebih jauh lagi lebih hebat dibandingkan STS, dan juga reaksi alergi telah dilaporkan dalam penggunaannya terhadap varicosities pada kaki. Sangat tidak dianjurkan pada peripheral varicose veins atau pada telangiectasias. Penulis tidak merekomendasikan penggunaannya secara rutin pada phlebology.


Foam Skleroterapi
Foam skleroterapi memiliki profil dengan efektivitas dan keamanan yang sempurna dan diakui FDA untuk sclerosis vena. Sclerosants jenis deterjen yang digunakan untuk membentuk foam. Sodium tetradecyl sulfate adalah deterjen asam lemak rantai-panjang yang dipakai sejak tahun 1940-an. Pembuatan foam mudah dan cepat. Dapat dipersiapkan dengan menggunakan 2 buah syringe 5 cc dan sebuah stopcock tiga-jalur. Campurannya adalah satu bagian bahan sclerosing dan empat bagian udara. Hanya bahan-bahan sclerosing deterjen seperti Sodium Tetradechol Sulfate dan Polidocanol dengan konsentrasi mulai dari 0,25% hingga 3 % saja yang dapat digunakan.

Prosedur

A. Diagnosis
Aspek terpenting dalam diagnosis sebelum memulai skleroterapi adalah membedakan antara Telangiectasias dengan varises besar. Karena skleroterapi hanya dimaksudkan untuk merawat pembuluh darah superfisial yang kecil.

Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi. Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki. Pelebaran vena-vana superfisial yang terlihat pada regio lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.

Palpasi
Palapsi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena profunda.
Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan VSM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk menilai keadaan VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang mengalami thrombosis.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkompeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.

Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan maupun skleroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan tungkai diangkat dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.

Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan inkompetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami kolaps varises . Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkompenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat menunjukkan adannya inkompetensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.
Auskultasi menggunakan Doppler
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang mengalami varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana. Probe dari doppler ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak akan ada nada suara yang terdengar dari Doppler.
Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan USG color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan untuk diagnosis sindrom insufisiensi varises dan untuk perencanaan terapi serta pemetaan preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda. Pemeriksaan yang paling sensitive dan spesifik yaitu menggunakan Magnetic Resonance venography (MRV) digunakan untuk pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai.

B. Pelaksanaan

Berdiri
Posisi pasien berdiri, dengan diameter varises 2 cm, konsentrasi akhir pada jarak injeksi 10 cm (4 inchi) adalah 30 kali lebih rendah dibanding dengan konsentrasi awal. Menggandakan konsentrasi awal hanya menghasilkan konsentrasi akhir dua kali lipat, yang tetap saja 15 kali lebih rendah dari pada konsentrasi di syringe. Dengan kata lain, bila 1 cc dari larutan 3% diinjeksikan, konsentrasi akhir pada permukaan endothelial adalah 1% pada jarak 1 cm dari titik injeksi, 0.5% pada jarak 2 cm, 0.25% pada jarak 4 cm, dan 0.2% pada jarak 5 cm. Hal ini sangat sulit untuk mengeraskan pembuluh darah yang lebih besar dengan menyuntikkan larutan sclerosing bila posisi pasien berdiri.

Terlentang
Varises yang menonjol ketika pasien berdiri mungkin hilang ketika pasien terlentang, tetapi duplex ultrasound telah siap mendemonstrasikan bahwa pembuluh darah tidak kosong dari darah. Baik varises dan pembuluh darah normal mengandung volume darah yang signifikan dengan posisi kaki di julurkan saat terlentang. Penonjolan varises dengan diameter 2 cm pada posisi berdiri, mungkin lebih kecil 1 cm pada posisi terlentang dan 0.5 cm atau lebih kecil ketika kaki diangkat setinggi mungkin. Dengan pasien pada posisi terlentang, injeksi 1 cc dari larutan 3% mengarah pada konsentrasi akhir sekitar 1.7% pada jarak 1 cm dan 0.6% pada jarak 5 cm dari titik injeksi. Teknik posisi terlentang ini cukup membatasi pengenceran larutan untuk memungkinkan kesuksesan sklerosing pada pembuluh darah yang besar menggunakan larutan detergen, begitu juga dengan kekurangan konsentrasi dan volume sklerosan yang diinjeksikan. Satu-satunya masalah adalah bahwa bila injeksi sklerosan pada konsentrasi awal tinggi, diinjeksikan secara langsung ke dalam sistem pembuluh darah profunda, pencairan larutan di dalam pembuluh darah profunda masih memungkinkan terjadinya kerusakan endothelial jangka pendek di area 1 dan 2 pada pembuluh darah profunda. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan katup pembuluh darah profunda dan kerusakan venus kronis, thrombosis pembuluh dalam dengan resiko embolisme pulmoner.

Posisi Kaki Diangkat
Tidak seperti posisi berdiri dan terlentang, ketika pasien terlentang dan kaki diangkat vertikal sehingga kaki di atas sirkulasi sentral, sebagian besar varises hilang dan tidak mengandung darah. Kalkulasi pada posisi ini, 1 cc dari larutan 3% menghasilkan konsentrasi akhir 2.5% pada jarak 1 cm dari titik injeksi, dan kosentrasi akhir 1.6% pada jarak 5 cm. Nyatanya, konsentrasi akhir tetap sekitar 1% pada jarak 10 cm dari titik injeksi. Karena pembuluh darah superfisial yang lebih besar dan pembuluh darah profunda terus mengandung sejumlah darah pada posisi kaki diangkat, sklerosan yang mengalir di dalam pembuluh darah ini akan mencair dengan segera hingga menjadi konsentrasi yang aman dan tidak membahayakan, menjaga endothelium pembuluh darah yang diharapkan bertahan. Penginjeksian di ambang konsentrasi seperti ini secara langsung kedalam pembuluh darah superfisial (atau bahkan langsung ke pembuluh darah profunda) tidak akan menyebabkan cedera pembuluh darah profunda.
Pada pasien rawat jalan yang menjalani skleroterpi, pasien diminta berbaring di meja praktek. Setelah permukaan kulit dibersihkan dengan antiseptik, dokter meng-injeksikan larutan sklerosan ke dalam pembuluh darah. Larutan akan hilang ketika kulit diregangkan dengan kencang di area tersebut dengan bantuan tangan. Pertama-tama dokter menginjeksi pembuluh yang lebih besar di tiap area tungkai, kemudian yang lebih kecil. Pada sebagian besar kasus, injeksi diperlukan di setiap inchi, sesi perawatan khusus akan memakan 5-40 injeksi terpisah. Anastesi tidak diperlukan dalam skleroterapi, meskipun pasien akan merasakan sakit seperti digigit semut atau panas saat penginjeksian.
Setelah seluruh pembuluh darah di area tertentu di kaki di-injeksi, dokter menutup area tersebut dengan perban dan kompres. Pasien diminta menunggu di tempat praktek selama 20-30 menit setelah perawatan sesi pertama untuk meyakinkan bahwa tidak ada hipersensitifitas pada larutan pengeras. Sebagian besar sesi perawatan skleroterapi tidak memakan waktu yang lama, bertahan dari 15 hingga 45 menit.

Perawatan Lanjutan

Perawatan lanjutan setelah skleroterapi yaitu mengenakan kaus kaki medis yang ketat yang memberikan tekanan sebesar 20-30 mm Hg atau 30-40 mm Hg selama sekurang-kurangnya 10 hari (lebih baik lagi 4 minggu hingga 6 minggu) setelah prosedur. Mengenakan kaus kaki ketat mengurangi resiko edema, kerusakan warna kulit, dan sakit. Kompresi terjadi di dinding vena pada permukaan endothelial setelah sclerotherapy, hal itu mengurangi pembentukan thrombus dan memicu sclerosis dari pembuluh darah. Hal ini juga meningkatkan fungsi dari pompa otot pada betis untuk membantu menghilangkan larutan yang terendam dalam sistem vena yang dalam. Penurunan bentuk thrombus setelah sclerotherapy sangatlah penting dalam meminimalisir hiperpigmentasi. Pada percobaan multicenter secara acak yang dilakukan pada pasien penderita bilateral scleroterapi, namun kompresi hanyalah dialami pada satu kaki, hiperpigmentasi dan edema yang secara signifikan hadir dengan besar pada kaki tanpa terkompresi.Kapas dan perban yang digunakan selama perawatan tetap dikenakan selama 48 jam setelah pasien pulang.
Pasien disarankan untuk berjalan-jalan, bersepeda atau mengikuti olahraga ringan lainnya (contoh: yoga dan taichi) untuk mecegah terbentuknya penggumpalan darah di pembuluh darah dalam pada kaki. Pasien harus menghindari berdiri atau duduk terlalu lama, dan aktifitas berat yang lain, seperti berlari.

Kontraindikasi
Skleroterapi memiliki kontraindikasi absolut dan relatif terdapat pada tabel dan

Pasien dengan arteri oklusif yang nyata dianggap sebagai kontraindikasi absolut. Pertama karena penekanan yang dibutuhkan tidak bisa dilakukan. Kedua karena sirkulasi arteri yang menurun dapat mengarah pada komplikasi dan nekrosis. Hal ini juga berlaku pada pasien dengan diabetik mikroangiopati. Pasien dengan antikoagulan mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya hematoma setelah suntikan intravena. Pasien ini harus diberi penjelasan dan terapi tekanan harus dilakukan dengan sangat

Komplikasi
Skleroterapi itu aman dan memiliki efek samping yang minimal, bila diaplikasikan dengan benar. Meski demikian sejumlah komplikasi dapat terjadi.
Urticaria dan edema secara tipikal dapat dihilangkan kurang dari 1 jam namun hal tersebut biasanya hilang pada saat pasien meninggalkan ruangan. Reaksi yang berlangsung lama, oral anti histamin dan pada kejadian tertentu, penggunaan steroid mungkin dibutuhkan.
Reaksi anafilaksis sangat jarang terjadi, penanganan kedaruratan harus segera dilakukan, seperti subcutaneous administration of epinephrine, pemberian oksigen dan pembebasan jalan napas. Pasien selanjutnya harus diberi antihistamin dan dirujuk ke intensive care unit untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Seperti yang telah tercatat, ketersediaan perlengkapan darurat (emergency response cart), meliputi persediaan intubation endotracheal, dan medikasi, sangat penting di tempat kerja dimana dilakukannya tindakan sclerotherapy.
Nekrosis kulit muncul 0.2% hingga 1.2% setelah injeksi skleroterapi. Hal ini sangat sulit sekali dicegah. Berdasarkan pelebaran nekrosis, penyembuhan mungkin akan menghabiskan waktu berbulan-bulan. Penyebab utama dari nekrosis adalah ekstravasasi dari sclerosant pada jaringan subcutaneous, ketidak hati-hatian injeksi pada arteriole, dan vasospasme. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian hialurodinase 75 unit.
Hyperpigmentasi sering terjadi.. Hal ini sering terjadi pada orang berkulit gelap dan pada mereka yang memiliki pembuluh darah berwarna ungu-gelap. Namun, hyperpigmentasi dapat hilang seiring dengan waktu, namun proses ini berlangsung berbulan-bulan. Tekanan post-sclerotherapy dapat mengatasi hyperpigmentasi. Tidak ada konsensus secara tegas bagaimana hyperpigmentasi ditangani pada saat awal kemunculannya. Disarankan penggunaan krim pemudar, seperti yang dianjurkan pada tindakan laser untuk mempercerah pigmentasi. Hasil studi pada tahun 2001 ditemukan 80% depigmentasi dapat dicapai dengan injeksi subcutaneous tiap minggu dengan chelating agent deferoxamine mesylate.
Timbulnya DVT setelah sclerotherapy tidak diketahui namun timbulnya sangat rendah secara keseluruhan. Resikonya akan semakin besar pada saat kosentrasi larutan yang digunakan berlebih dari volumenya.
Pelebaran vena-vena yang berwarna merah kecil yang baru pada area injeksi sebelumnya disebut dengan telangiactatic matting. Seperti pada ulceration, hal tersebut tidak dapat diprediksi. Tekanan pada saat injeksi berperan penting sebagai penyebabnya, namun etiologi secara pasti belum diketahui. Telangiectatic matting sangat sulit dicegah pada saat pertama muncul. Adakalanya, hal tersebut dapat hilang secara spontan, namun kebanyakan hal tersebut ditujukan pada sclerothrapy yang berulang pada reticular vein atau terapi laser. Telangiectatic matting biasanya menghilang dengan sendirinya selama 3 sampai dengan 12 bulan setelah skleroterapi.

0 komentar:


Blogspot Template by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Lincah.Com - Bugatti Cars